Advertisement

  • Muhammad Ibnu Malik, Bapak Ilmu Nahwu

    a. Nama Beliau
    Ibnu Malik adalah laqab beliau, dinisbahkan kepada kakeknya, Malik, karena ia lebih terkenal dengan kakeknya. Nama lengkapnya adalah Muhammad Jamaluddin ibn Abdillah ibn Malik al-Thai.
    b. Perjalanan Hidup Beliau
    Beliau lahir tahun 600 H. di Jayyan, sebuah kota kecil di bawah kekuasaan Andalusia. Pada saat itu, penduduk negeri Jayyan sangat cinta pada ilmu dan mereka berlomba-lomba menyelesaikan pendidikan tertinggi, bahkan berpacu pula dalam mengarang karya ilmiah. Pada masa kecil Ibnu Malik menuntut ilmu di daerahnya kepada para Ulama’ yang ada disana (Jayyan) terutama pada Syaikh Al-Syalaubini (w. 645 H).
    Setelah menginjak dewasa ia berangkat ke timur untuk menunaikan ibadah haji, dan meneruskan perjalananan menuntut ilmu di Damaskus. Di sana ia menggali ilmu dari beberapa ulama setempat. Dari sana berangkat lagi ke Aleppo dan belajar lagi kepada Syaihk Ibnu Ya’isy Al-Halabi (w. 643 H)
    Di kawasan dua kota ini nama Ibn Malik mulai dikenal dan dikagumi oleh para ilmuan karena kecerdasan dan pemikirannya yang jernih. Ia banyak menggagas teori-teori nahwiyah yang mencerminkan teori nahwu madzhab Andalusia dan jarang diketahui orang orang Syria pada waktu itu. Teori nahwiyahnya banyak diikuti oleh murid-muridnya seperti Imam Nawawi, Ibnu Al-aththar, Al-Mizzi, Al-Dzahabi, Al-Syairafi dan Qadhi Al-Qudhat Ibnnu Jama’ah.
    Selain itu beliau juga menguasai Qira’ah Sab’ah lalu beliaupun menulis sebuah qasidah yang terhimpun dalam satu buku menyamai yang telah ditulis oleh Imam As-Syatibi.
    Beliau adalah orang yang gemar beribadah. Saking senangnya beliau beribadah hingga kegiatannya itu menyita waktunya untuk mengajar. Sampai konon ada satu cerita. Setiap hari tatkala beliau keluar dari pintu madrasahnya beliau selalu mengatakan, “siapa yang punya keinginan belajar ilmu hadits, siapa yang mau belajar tafsir dan lain sebagainya. sungguh aku telah melepaskannya dari tanggunganku”. seandainya tidak ada yang menjawab beliau akan mengatakan aku telah keluar dari bahayanya menyembunyikan ilmu.
    Beliau adalah seorang yang punya keistimewaan di sisi Allah swt. Hal itu bisa dilihat dari makna salah satu bait yang ada dalam kitab Alfiyah :
    كالياء والكاف من ابني أكرمك # والياء والها من سليه ما ملك
    Perkataan beliaupun akhirnya terbukti, anak beliau yang bernama Syekh Badruddin mensyarahi kitab Alfiyah beliau dan banyak lagi indikasi nadzam Alfiyah yang menjadi bukti bahwa beliau adalah orang yang istimewa seperti perkataan beliau:
    # ... ورجل من الكرام عندنا
    “Rojul” yang dimaksud di situ adalah Imam Nawawi, pengarang kitab al-Muhaddzab, seorang imam besar sekaligus pakar hadits. Padahal Ibnu Malik menulis pernyataan tersebut ketika Imam Nawawi masih berusia tiga tahun.
    c. Karya-Karya Ibnu Malik
    Ibnu Malik lebih populer di kalangan para Ulama sebagai pakar dalam gramatika bahasa arab (nahwu) sekalipun beliau juga pakar dalam ilmu qira’ah. Kesohoran beliau dibuktikan dengan salah satu kitab yang bernama “Nadzmul Khulasah” (ringkasan dari kitab Al-Kafiyah).
    Nadzam yang berjumlah seribu bait ini dijadikan mata pelajaran hampir di semua lembaga pendidikan Islam di seluruh dunia, seribu bait merupakan angka keramat yang dijadikan tendensi para Ulama dalam penulisan naskah yang berbentuk nadzam. Imam Suyuthi misalnya beliau punya karya nadzam yang berjumlah seribu bernama Alfiyah Suyuthi dalam bidang ilmu musthalah hadits, dan alfiyah lain dalam bidang balaghah yang diberi nama “Uqudul Juman”. Para penulis lain pun tidak mau ketinggalan di dalam kekeramatan angka seribu ini. Sekalipun terkadang kita dapati dalam sebuah naskah ada yang lebih dari seribu atau kurang,
    Nadzmul Khulasah sendiri berjumlah 1000 secara keseluruhan. sedangkan dua bait pertama pada bab ta’addil fi’li wa luzuumuhu dan kedua nadzam terakhir itu merupakan tambahan dari anak beliau, Syekh Badruddin bin Malik.
    Dr. Ramzi Ba’labakki menaksir karangan beliau mencapai 50 judul. Beberapa judul yang mendunia di antaranya, al-Alfiyah atau al-Khulashah, Tashil, Lamiyatul Af’al, Tsulatsiyyatul Af’al dan Al-Kafiyah Al-Syafiyah.
    d. Tentang Alfiyah, Master of Piece Ibnu Malik
    Sebagian ulama ada yang menghimpun karya tulisnya. Setelah terkumpul, ternyata karya tulisan beliau lebih didominasi oleh karya berbentuk nadzam. Demikian tulis Al-Suyuthi dalam kitabnya Bughyat Al-Wu’at. Di antara karangannya adalah nadzam “Al-Kafiyah Al-Syafiyah” yang terdiri dari 2757 bait. kitab ini menyajikan semua informasi tentang ilmu nahwu dan shorof yang diikuti dengan komentar (syarah). Kemudian kitab ini diringkas menjadi seribu bait yang kini terkenal dengan nama Alfiyah Ibnu Malik. Kitab ini bisa disebut al-khulashah (ringkasan) karena isinya mengutip inti uraian dari Al-Kafiyah dan disebut alfiyah (ribuan) karena bait syairnya tersusun dari seribu baris. Kitab ini terdiri dari 80 bab dan setiap bab diisi oleh beberapa bait.
    Bab terpendek diisi oleh dua bait seperti bab Al-Ikhtishosh dan bab terpanjang adalah Jama’ Taksir yang terangkai dari 42 bait. Dalam mukaddimahnya, kitab puisi yang memakai bahar rojaz ini disusun dengan maksud,
    1) Menghimpun semua permasalahan nahwiyah dan shorof yang dianggap penting.
    2) Menerangkan hal-hal yan rumit dengan bahasa yang singkat tetapi sanggup menghimpun kaidah yang berbeda-beda atau dengan sebuah contoh yang bisa memenuhi kriteria yang diperlukan oleh kaidah itu.
    3) Membangkitkan perasaan senang bagi orang yang ingin mempelajari isinya.
    Semua itu terbukti sehingga kitab ini lebih baik daripada kitab alfiyah karya Ibnu Mu’thi. Meskipun begitu, penulisnya tetap menghargai ibnu mu’thi karena tokoh ini membuka kreativitas dan lebih senior. Dalam Islam semua junior harus menghargai seniornya, paling tidak karena dia lebih sepuh dan menampilkan kreativitas.
    Kitab “Khulashah” yang telah diterjemahkan ke dalam banyak bahasa di dunia ini memiliki posisi sangat penting dalam perkembangan ilmu nahwu. Kitab ini telah disyarahi oleh puluhan ulama lalu dihasyiyahi sehingga menjadi beberapa kitab induk dalam cabang ilmu nahwu. Siapa yang menguasainya, maka ia telah menguasai nahwu.
    Berkat kitab ini dan kitab aslinya nama Ibnu Malik menjadi populer dan pendapatnya banyak dikutip oleh para ulama termasuk ulama yang mengembangkan ilmu di timur. Ar-Rodhi, seorang cendekiawan besar ketika menyusun Syarh Al-Kafiyah karya Ibnu Hajib, banyak mengutip dan mempopulerkan banyak pendapat Ibnu Malik. Dengan kata lain dialah pelopor perkembangan nahwu setelah ambruknya beberapa akademisi Abbasiyah di Baghdad dan merosotnya para ilmuwan Daulat Fathimiyah.
    e. Akhir Usia Ibnu Malik
    Beliau meninggal pada tanggal 12 Sya’ban tahun 672 H. Dishalatkan di Masjid Jami’ Al-Umawiy di Damaskus dan dimakamkan di daerah pegunungan Qasyun. Semoga Allah melimpahkan rahmatnya kepada beliau. Amin.

0 komentar:

Leave a Reply

Arsip Blog

Pengikut

Featured Video

Photos