Advertisement

  • Aliran Darah Rosululloh

    ‘……..Karena di dalam tubuh mereka mengalir darah Nabi SAW…..’
    Matahari tersenyum menyaksikan putri anak adam yang sedang merintih menerima efek dari biasan panasnya.Setelah mengusap sedikit keringat yang tercucur dari kening dengan tisu, gadis itu merapikan lagi jilbab hitam yang membalut wajah putih berhias bola mata bulat nan indah lengkap dengan hidung mancungnya. Meski gerah ia mencoba tegar dan menyesuaikan diri untuk kembali terlihat segar.
    “Ya Allah, jika tidak karena tugas ana nggak akan mau keluar rumah dengan cucua sepanas ini” gadis berdarah arab itu ngomel sendiri, paling tidak sedikit mengekspresikan kekesalannya saat ini. Seharusnya ia membeli buku referensi untuk tugas kuliahnya itu dua atau tiga hari yang lalu. Tapi memang waktu kurang mendukung dan aktifitas sehari-harinya juga tidak mengijinkan, jadilah siang ini ia harus menanggung konsekuesensinya untuk mencari referensi sekaligus menyusun tugas makalah karena malam ini ia harus selesai dan mempresentasekannya di hadapan dosen yang tergolong KILLER besok pagi. Untungnya dia telah membuat kerangka makalah tersebut di dalam katalok otaknya jadi hanya perlu mengedit dan menarikan jari-jariny di atas di atas notebook kesayangannya.
    “Jam segini pasti jarang ada taksi lewat,mana sudah dhuhur lagi, nanggung banget!” Gadis berjilbab itu memutar balik tubuhnya, tak lagi menatap jalan raya, di hadapannya sebuah ruko yang tadi ia keluar dari salah satu pintunya. ‘Kedai Sastra’ ruko bertingkat dengan cat keseluruhan hitam pekat. Lantai dasar adalah sebuah kedai dengan suasana yang di sulap menjadi sangat santai dan nyaman. Masih dengan interior serba hitam yang di dindingnya terpajang beberapa foto jumbo tokoh-tokoh terkenal lokal dan internasional seperti chairil anwar, Albert einstin dan Hasan Al-Banna. Tertata rapi sebuah toko buku di tingkat atas yang terlihat megah dan tidak kalah lengkapnya dengan Gramedia.Kelebihannya, di situ juga tersedia buku-buku bekas berkuwalitas dengan harga super miring.
    “Kelamaan nunggu taksi, lebih baik shalat duhur terus garap tugas di café sambil menikmati carabian nut! Yups….! Selalu ada ide cemerlang di otak yang brilian! Bismillah!” Sarah melangkah membawa semangat dan senyumnya, ia sudah mulai tertarik pada tempat ini, selain harganya terjangkau suasananya juga nyaman. Sarah memasuki pintu utama lantai dasar, seorang waiter menyambut dengan ceria.
    “Selamat siang mbak,Silakan!”
    “Terima kasih mbak, maaf mushollanya di mana ya?” tanpa membuang waktu sarah menanyakan perihal musolla untuk melaksanakan shalat duhur agar setelahnya ia bisa mengerjakan tugas dengan tenang.
    “Oh Musholla, ada di pojok sebelah kiri mbak! Silakan!”
    “Terima kasih !”
    # # #
    “Sawa’ yik, ana sudah cari ke mana-mana tapi nggak ketemu. Ana dengar dia sudah pindah ke Jl.Martadinata no 18 tapi ketika ana ke sana rumah itu kosong, katanya sudah di kosongkan selama dua bulan lebih”Arif menyeruput lagi secngkir kopi jahe zanzabil.
    “Kemana dia ya? Padahal ana besok sudah harus kembali ke Jakarta!” Seorang pemuda berhidung mancung di hadapan Arif terlihat bingung mengerutkan dahinya mencari salah satu teman lama memang sulit.
    “Afwan ya”
    “Ya, kheir! Ana yang minta maaf sudah merepotkan antum!”
    “Ah, nggak bib,antum sama sekali tidak merepotkan! Justru ana senang sudah bisa membantu”
    “Ya sudah, Syukron ya! di atas ada toko bukunya ya? ke atas yuk, ada buku baru dan sepertnya harus ana beli”
    Arif mengangguk, keduanya beranjak setelah sama-sama menyeruput cangkir mereka masing-masing.Kedua sahabat itu sudah lama sekali tidak bertemu tapi dulu di pesantren mereka akrab sekali, bahkan makanpun mereka lahab berama dalam satu nampan. Sungguh kebersamaan yang mungkin hanya dapat di temui di pesantren. Mereka berjalan menuju daun pintu setelah membayar makanan di kasir.
    “Arif? Assalamualikum…” Seorang gadis berpapasan dengan mereka dan menyapa Arif.
    “Waalaikumsalam, sarah? Lagi ngapain ?” Arif menjawab salamnya dan masih belum percaya dengan seseorang yang berdiri di hadapannya.
    “Lagi nyari buku buat tugas besok, bagaimana tugasmu? Sudah selesai?” sarah menundukkan pandangan setelah menatap seseorang di samping Arif.
    “Alhamdulillah sudah kelar, tugasmu bagaimana?” Tanya Arif
    Sambil tersenyum sarah menjawab “Baru mau ana mulai,Ya sudah ana masuk dulu ya! Assalamualaikum….”
    “Waalaikumsalam” Jawab Arif dan diya temannya hampir bersamaan.
    # # #
    Tempat yang paling di senangi oleh orang yang cinta ilmu adalah perpustakaan dan toko buku. Diya salah satunya, Ia menghabiskan satu jam lebih dalam toko buku tentunya tidak hanya sekedar melihat atau membaca buku-buku di dalamnya tetapi juga memborong berbagai jenis buku seperti buku agama dan motifasi. Arif hanya bisa menggelengkan kepala melihat teman lamanya yang sedang asyik dengan hobi yang sejak dulu di gelutinya, mengoleksi buku. Di tepi jalan depan ruko Arif dan diya menunggu taksi, ternyata jarak dua meter di samping kiri Arif terlihat sarah sedang asyik dengan menggenggam ponsel di telinganya tanpa menyadari lalu lalang kendaran yang sedikit sepi tapi membahaykan karena mobil motor itu melaju begitu kencang. Entahlah apa yang di kerjakan sarah di sana mungkin ia sedang menghubungi jemputannya.
    Sebuah truck melaju kencang jalannya aneh, sedikit menepi tapi masih dalam kecepatan yang tidak wajar. Arif menyadari truck itu seakan ingin memangsa sarah. Truck itu semakin dekat, Arif bergegas lari menerjang sarah dan….
    “Tidak………!!!”
    # # #
    Arif mendapati dirinya dalam keadaan pusing yang sangat berat membebaninya, baru dua jam ia siuman setelah tidak sadarkan diri sehari semalam. Rumah sakit adalah tempat yang paling ia benci, tetapi kali ini ia berbaring di salah satu ruangan yang di atas pintunya tertuliskan UGD.
    “Tidak! Jangan biarkan sarah mendonorkan darahnya untukku!” Arif makin panik ketika mendengar nama orang yang mendonorkan darah untuknya dari Diya.
    “Arif, dia berkorban untukmu. Stok darah AB di beberapa rumah sakit di kota ini sudah habis.ini darurat! hanya dia yang bergolongan darah sama denganmu. Kamu mengalami pendarahan yang cukup parah” Diya memahamkan Arif.
    “Tidak, sekali lagi tidak!” Arif tetap bersikeras, dia mencoba mengangkat suara padahal kondisinya keritis.
    “Kamu jangan terlalu fanatik dengan kami!”
    “Tidak bib, kalian memang berhak untuk itu! Ana tidak pernh bertemu Rosullulloh, tetapi ana bersyukur sekali dapat bertemu dan mengenal para cucunya!”
    “tidak Arif, terimalah donoran darahnya demi kelangsungan hidupmu”
    “Tidak bib, tubuh in terlalu hina untuk itu! Tidak mungkin setes darah Rosululloh mengalir di tubuhku. Apalagi sarah adalah seorang syarifah dan aku bukan mahromnya. Tidak mungkin aku menyakiti dan berhutang budi dengannya” Diya terdiam mendengar penjelasan Arif yang terbaring lemah.
    “Tidak Arif, biarkan tetesan darah mulia Rosululloh mengalir di tubuhmu, biarkan darah yang telah ku donorkan itu menjadi saksi dan penawar tubuhmu dari neraka, kamu telah memuliakan keturunannya! Kamilah yang berhak berbuat baik terhadap sesama” Sarah berdiri di depan pintu, tidak ada yang menduga ternyata ia telah mendengar semuanya.
    # # #

0 komentar:

Leave a Reply

Arsip Blog

Pengikut

Featured Video

Photos